Rapat di Warung: Cara Ketua Komisi III DPRD Kaltim Abdulloh Menjemput Aspirasi dari Akar Rumput

banner 400x130

MEDIASATYA.CO.ID — Suara kendaraan berat bersahut di kejauhan, aroma kopi dan gorengan bercampur dengan angin laut dari Pelabuhan Ferry Balikpapan–Penajam.

Di tengah hiruk pikuk itu, deretan kursi plastik dan meja kayu menjadi saksi sebuah pertemuan tak biasa: rapat resmi Komisi III DPRD Kalimantan Timur yang digelar bukan di ruang ber-AC, melainkan di warung sederhana milik pelaku UMKM lokal.

banner 400x130

Rapat Dengar Pendapat (RDP) itu dipimpin langsung oleh H. Abdulloh, S.Sos., Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Kamis (9/10/2025).

Tidak ada meja panjang berlapis kain hijau atau mikrofon berlogo instansi. Yang ada hanyalah cangkir minuman, botol air mineral dan dokumen di atas meja warung, serta semangat diskusi yang terasa lebih membumi.

“Kami sengaja memilih warung ini agar suasananya lebih dekat dengan masyarakat. Dari sini kita bisa melihat langsung persoalan yang dihadapi para sopir, pedagang, dan pengguna jalan setiap hari,” ujar Abdulloh sambil menunjuk ke arah jalan rusak di depan pelabuhan.

Pilihan lokasi rapat ini bukan tanpa alasan. Sebelum pertemuan berlangsung, Abdulloh dan jajaran Komisi III meninjau kondisi jalan akses menuju pelabuhan ferry yang rusak parah dan sudah lama dikeluhkan masyarakat.

Ia ingin agar keputusan tidak hanya lahir dari laporan kertas, tetapi dari pengamatan langsung di lapangan.

“Rapat bukan sekadar formalitas, tapi wadah untuk mencari solusi nyata,” tegasnya.

“Kami minta Dinas PUPR dan instansi terkait segera menindaklanjuti, karena ini akses vital untuk mobilitas warga dan kegiatan ekonomi lintas daerah. Tidak bisa dibiarkan rusak terlalu lama.”

Hadir dalam rapat tersebut perwakilan dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Kaltim, Dinas Perhubungan Provinsi Kaltim, serta UPTD Wilayah I Dinas PUPR Kaltim. Suasana diskusi berlangsung santai namun tetap tegas dan penuh substansi.

Langkah Abdulloh menggelar RDP di warung sederhana menuai apresiasi dari para peserta dan warga sekitar. Banyak yang menilai pendekatan itu sebagai simbol kepemimpinan yang merakyat dan tidak berjarak.

“Pengabdian tidak selalu harus ditunjukkan di balik meja rapat ber-AC,” ucap Abdulloh di akhir pertemuan.

“Kadang, justru di tempat sederhana seperti ini kita bisa benar-benar mendengar suara rakyat.”

Di tengah kebiasaan pejabat yang lebih nyaman di ruang mewah, langkah Abdulloh menjadi pengecualian yang menonjol — sebuah cara sederhana namun kuat untuk menegaskan bahwa politik seharusnya hadir di tengah rakyat, bukan di balik pintu rapat tertutup. (Redaksi)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *