MEDIASATYA.CO.ID – Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok jadi sorotan publik.
Usai mantan Komisaris Utama Pertamina diperiksa Kejagung, Kamis (13/3/2025).
Kepada media, Ahok mengaku kaget usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Menurut Ahok, banyak hal yang ternyata tidak dia tahu setelah mendengar pertanyaan dari penyidik.
“Saya juga kaget-kaget, gitu lho. Kok gila juga ya, saya bilang gitu ya,” kata Ahok, kepada awak media di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Dalam sesi pemeriksaan selama 10 jam ini, Ahok mengaku baru banyak mendengar soal operasional.
Sebab, sebagai Komisaris Utama Pertamina di tahun 2019-2024, dia tidak mendengar hingga ke operasional di anak-anak perusahaan atau subholding.
“Saya juga kaget-kaget. Karena kan ini kan subholding-nya. Subholding kan saya enggak bisa sampai ke operasional,” lanjut dia.
Bahkan, Ahok mengaku baru mendengar beberapa hal yang baru, seperti penelitian terhadap sebuah fraud atau penipuan, hingga transfer yang dipertanyakan.
“Saya juga kaget-kaget juga dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa, ada penyimpangan, transfer seperti apa, dia jelasin,” kata Ahok.
Tak Ditanya Pengoplosan
Namun, dia mengaku tidak ditanya soal isu pengoplosan BBM oleh penyidik Jampidsus Kejagung.
“Enggak-enggak, kalau pengoplosan saya kira itu, di sini penyidik enggak pernah tanya itu,” kata Ahok saat ditanya awak media pada Kamis (13/3).
Meski tidak bisa menjabarkan secara detail, Ahok hanya menyebut apa yang dijabarkan penyidik dalam kasus ini sangat kompleks, tidak sebatas dengan pelanggaran mengoplos BBM.
“Kalau pengoplosan otomatis kendaraan-kendaraan akan protes dong kendaraan kita macet dong, nah saya kira bukan itu, ini yang lebih dalam kalau pengoplosan langsung ketahuan konsumen,” katanya.
“Ini memang ada soal sesuatu yang saya nggak bisa ngomong nanti di sidang pasti penyidik akan kasih lihat. Tapi, ya saya kaget, ternyata lebih dalam yang saya kira di kulit,” sambungnya.
Ahok selaku Komisaris Utama mengaku ruang lingkupnya dalam bisnis PT Pertamina Patra Niaga tidak sampai sejauh data yang dimiliki Kejagung.
Sebab, dia hanya bisa memonitoring lewat rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP).
Sementara itu, Ahok mengungkapkan bahwa pemufakatan jahat dalam korupsi yang merugikan negara Rp 193,7 triliun terjadi pada level operasional Pertamina Patra Niaga selaku subholding.
“Selama saya di sana, jadi kami nggak tahu tuh, ternyata di bawah ada apa, kami nggak tahu,” tuturnya.
Grup WhatsApp Orang-orang Senang
Jaksa Agung ST Burhanuddin angkat bicara soal grup Whatsapp bernama “Orang-orang Senang” yang diduga beranggotakan orang-orang yang terkait dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang merugikan negara hingga Rp193 triliun per tahun pada periode 2018-2023.
“Tentang grup WA, kita lagi dalami ya. Kita dalami, karena di tahanan tidak boleh membawa alat komunikasi,” kata Burhanuddin kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu 12 Maret 2025.
Artinya, Burhanuddin menegaskan bahwa tahanan Kejagung tidak diperbolehkan memegang alat komunikasi saat di sel tahanan.
Burhanuddin menekankan, apabila grup WA tersebut dibuat para tersangka di dalam tahanan, maka petugas yang bertanggung jawab akan dikenakan sanksi.
“Kalau ada, berarti anak buah saya yang kurang ajar, saya akan tindak. Kalau ada, kita dalami,” ujar Burhanuddin.
Sebelumnya, Komisi VI DPR mempertanyakan soal adanya sebuah grup Whatsapp dengan nama “Orang-orang Senang” kepada Direktur Pertamina Simon Aloysius Mantiri dalam rapat kerja di Gedung Nusantara I, Kompleks DPR, Senayan, Selasa 11 Maret 2025.
Hal itu ditanyakan langsung anggota Komisi VI DPR Mufti Anam ketika rapat dengan PT Pertamina (Persero).
Latar Kasus Korupsi Pertamina
Diberitakan, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Redaksi)