Abdulloh Sebut Air Curah Mahakam Paling Realistis Atasi Krisis Air Balikpapan, Pernah Ditawarkan Wali Kota Samarinda

banner 400x130

Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh

“Pembangunan waduk memerlukan anggaran yang besar. Satu waduk saja butuh dana Rp80-100 miliar untuk pembebasan lahan. Belum lagi kalau hujan tidak turun selama enam bulan, waduk tetap akan kosong. (Curah Mahakam) Dengan 500 liter per detik air yang masuk ke Balikpapan, kita bisa menjamin kebutuhan masyarakat, baik musim hujan maupun kemarau,”

banner 400x130

MEDIASATYA.COM – Persoalan krisis air di Balikpapan masih jadi polemik yang belum bisa dituntaskan pemerintah setempat.

Ketersediaan sumber air baku menjadi titik persoalan, dimana saat ini sumber air baku hanya bergantung pada sistem tadah hujan alias waduk.

Belum lama ini, Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Abdulloh mengatakan pembangunan waduk di Balikpapan tidak akan menyelesaikan permasalahan ketersediaan air baku.

Bukan tanpa alasan, ia menilai bahwa solusi yang lebih realistis adalah dengan membeli air curah dari Sungai Mahakam, Samarinda.

Lalu mengalirkannya ke Balikpapan melalui jalur pipa.

“Jika kita membangun sepuluh waduk sekalipun, Balikpapan tetap akan mengalami masalah air baku karena waduk-waduk yang ada bersifat tadah hujan. Jika enam bulan tidak ada hujan, waduk akan kering,” kata politisi kawakan Golkar Kaltim.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sudah menawarkan solusi ini melalui proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) regional yang saat ini tengah dibahas lebih lanjut.

SPAM Regional Jadi Solusi Jangka Panjang

Abdulloh menekankan bahwa proyek SPAM regional yang dikelola oleh Pemprov Kaltim dapat menjadi solusi jangka panjang bagi krisis air baku di Balikpapan.

Ia menyebut bahwa pemerintah daerah seharusnya fokus pada pengadaan pipa distribusi yang menghubungkan Sungai Mahakam ke Balikpapan.

“Jika proyek ini dijalankan, dalam waktu satu tahun bisa terealisasi, dan pada tahun kedua rakyat sudah bisa menikmati air dari Sungai Mahakam,” ucapnya..

DPRD Kaltim bersama Pemprov Kaltim, Pemkot Balikpapan, dan Balai Wilayah Sungai (BWS) telah membahas proyek ini secara komprehensif.

Biaya untuk membangun jaringan pipa distribusi diperkirakan mencapai Rp800 miliar.

Dana tersebut, menurut Abdulloh, bisa dibagi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Balikpapan.

“Yang jelas, solusi paling realistis adalah mengalirkan air dari Mahakam ke waduk-waduk yang ada di Balikpapan,” tegasnya.

Abdulloh menegaskan bahwa meskipun pembangunan waduk tetap dapat dilakukan, namun hal itu hanya berfungsi sebagai penampungan air tambahan, bukan solusi utama.

Ia tak sejalan dengan rencana pembangunan waduk baru karena membutuhkan proses panjang, mulai dari pembebasan lahan hingga pembangunan infrastruktur.

“Pembangunan waduk memerlukan anggaran yang besar. Satu waduk saja butuh dana Rp80-100 miliar untuk pembebasan lahan. Belum lagi kalau hujan tidak turun selama enam bulan, waduk tetap akan kosong. (Curah Mahakam) Dengan 500 liter per detik air yang masuk ke Balikpapan, kita bisa menjamin kebutuhan masyarakat, baik musim hujan maupun kemarau,” lanjutnya.

Pernah Ditawarkan Wali Kota Samarinda, Andi Harun

Wali Kota Samarinda, Andi Harun pernah mengusulkan solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan krisis air baku yang sedang dihadapi Kota Minyak, Balikpapan.

Hal ini sebelumnya telah disampaikan pada gelaran Balikpapan Water Forum di Universitas Mulia Balikpapan, (31/7).

Andi Harun menawarkan kemungkinan penjualan air curah dari Samarinda ke Balikpapan sebagai solusi jangka pendek yang paling efektif.

“Kita jualan air curah. Jadi kalau kita bangun Instalasi Pengolahan Air (IPA), sekaligus kapasitasnya bisa kita tinggikan.
Maka kita juga bisa menyelesaikan 23 persen kebutuhan air bersih di Samarinda,” ungkap Andi Harun saat ditemui hari ini di Atrium Bigmal Samarinda (1/8/2024).

Rencana teknisnya, Perumda Tirta Kencana Samarinda akan membangun intake dan IPA baru di kawasan Harapan Baru atau Palaran.

IPA ini nantinya akan memanfaatkan sumber air baku dari Sungai Mahakam. Setelah melalui proses pengolahan, air bersih tersebut kemudian akan dialirkan melalui pipa transmisi langsung ke Balikpapan.

“Karena layanan air bersih dan akses terhadap air bersih itu hak asasi, sementara Perumdam memiliki 2 fungsi, yang pertama sebagai public services, institusi pelayanan publik tapi di sisi lain itu entitas bisnis. Jadi dua duanya bisa tercapai dan bisa sekaligus menjadi model bagi kerjasama antar daerah,” tambah Andi Harun.

Selain itu, orang nomor satu di Samarinda ini juga menekankan pentingnya kolaborasi antar daerah dalam mengatasi permasalahan bersama.

Ia menilai bahwa solusi penjualan air curah ini merupakan alternatif yang paling cepat dan realistis dibandingkan dengan proyek desalinasi (penyilangan air laut menjadi tawar) yang membutuhkan investasi yang sangat besar dan waktu pelaksanaan yang lebih lama. Seperti yang saat ini hanya diterapkan di Arab Saudi dan Singapura.

“Tapi itu agak berat kalau tidak di support oleh swasta maupun APBN, karena investasinya triliunan, tidak sedikit. Itu berat dilaksanakan untuk kapasitas keuangan dan mungkin butuh 3-4 tahun lagi. Tapi kan krisis air tidak bisa menunggu lama,” ungkap Andi Harun.

Sebab itu, menurutnya, solusi curah air merupakan alternatif jangka pendek yang tepat. Lantaran pembangunan konstruksinya hanya memakan waktu paling lama 8 bulan.

“Kemudian paralel pembangunan pipa transmisi di Balikpapan,” jelasnya.

Lanjut Andi Harun, jika Balikpapan menyepakati kerja sama ini dalam waktu dekat, maka proyek pembangunan infrastruktur pendukung dapat segera dimulai pada akhir tahun ini.

“Jika Balikpapan mau bekerja sama, kita sudah menyiapkan Perumdam Tirta Kencana untuk menindaklanjutinya. Kita kerja sama dulu, kita hitung, kemudian kita simulasikan,” ucapnya. (Redaksi)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *