MEDIASATYA.CO.ID – Mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, menyampaikan pernyataan mengejutkan yang menyebut bahwa kasus korupsi yang melibatkannya terjadi atas perintah mantan Presiden Joko Widodo.
Dalam sebuah cuitan yang diunggah akun Twitter @Boediantar4, Karen dikabarkan menyebut Jokowi sebagai dalang di balik kasus korupsi di Pertamina.
“Karen melakukan korupsi karena mengikuti perintah dari eks Presiden Jokowi,” tulis akun tersebut.
Tidak hanya itu, akun tersebut juga menuduh bahwa total korupsi yang diduga melibatkan Jokowi mencapai lebih dari 1.600 triliun rupiah.
Dugaan tersebut meliputi korupsi di Pertamina, sektor tambang, proyek-proyek, dan izin-izin terkait.
Salah satu komentar netizen di media sosial berbunyi, “Kalau memang benar, ini harus diusut tuntas. Tidak ada yang boleh kebal hukum.”
Netizen lain menambahkan, “Harus ada bukti konkret. Tuduhan seperti ini tidak bisa hanya berdasarkan opini.”
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Joko Widodo maupun Karen Agustiawan mengenai tuduhan yang beredar.
Dilansir dari Tempo, surat terbuka Karen ke Jokowi itu berupa penjelasan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya saat menjabat sebagai Dirut Pertamina. Berikut poin-poin surat terbuka Karen kepada Jokowi.
Prihatin penegakan hukum di Indonesia
Dalam surat tertanggal Senin, 25 September 2023, Karen mengawali surat terbukanya dengan menyatakan keprihatinannya terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia.
“Terdapat pasal-pasal karet yang bersifat multi-interpretasi sehingga penegakan hukum disalahartikan yang mengakibatkan kerugian bisnis di BUMN dapat dijadikan dasar oleh Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai tindak pidana korupsi,” tulis Karen dalam suratnya tersebut.
Kaget dijadikan tersangka
Dalam surat terbuka yang juga diterima Tempo itu, Karen mengaku kaget ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 8 Juni 2022 dan ditahan pada Selasa, 19 September 2023.
Soal penandatangan kontrak LNG Karen menyatakan dijadikan tersangka karena menandatangani kontrak pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) dari Sabine Pass dan Corpus Christi Liquefaction (CCL) yang dilakukan oleh Pertamina pada 2013 dan 2014.
Kontrak itu mengatur soal pengiriman LNG pada 2019 hingga 2040.
Padahal, menurut dia, kedua kontrak tersebut telah dibatalkan dengan perjanjian baru yang ditandatangani pada 20 Maret 2015.
“Pada saat itu saya sudah tidak menjabat lagi sebagai Direktur Utama Pertamina, karena terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2014 saya sudah resmi mengundurkan diri,” tulis Karen.
Bantah Pertamina merugi
Karen mempertanyakan jika kontrak itu dinilai KPK merugikan Pertamina hingga 140 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 2,2 triliun.
Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan Kasus Eks Dirut Pertamina, Ketahui Pula Soal Saksi Memberatkan Berdasar KUHAP Pasalnya, menurut dia, pada 2019 Pertamina malah untung sebesar 2,2 juta dolar Amerika dari penjualan LNG tersebut.
Singgung pandemi Covid-19
Terkait kerugian Pertamina pada 2021-2022, Karen menyatakan hal itu tak lepas dari pandemi Covid-19 yang membuat harga pasaran LNG anjlok.
Akan tetapi, lanjut Karen, Pertamina kembali untung dengan berakhirnya masa pandemi plus krisis pasokan gas di Eropa akibat perang Rusia dan Ukraina.
Kedua hal itu, lanjut Karen, menyebabkan harga LNG naik tiga sampai lima kali lipat dari harga dalam kontrak Pertamina.
“Sehingga Pertamina kini justru membukukan keuntungan sekitar 91,5 juta dolar Amerika,” kata dia.
Kontrak penjualan LNG hingga 2025
Selain itu, Karen menyatakan bahwa Pertamina kini telah mengantongi kontrak penjualan LNG tersebut hingga 2025. Bahkan, perusahaan minyak plat merah itu tengah melakukan penjualan untuk periode 2026-2030 dengan harga jual di atas harga pembelian.
Karena itu, dia menilai kontrak jangka panjang itu merupakan harta karun yang tak disadari oleh aparat hukum negara.
Dia khawatir proses hukum yang tengah dia jalani saat ini justru akan membuat Pertamina kehilangan harta karun. Pasalnya, menurut dia, dalam kontrak itu terdapat ketentuan pihak Corpus Christi bisa membatalkan kontrak secara sepihak jika Pertamina dianggap melanggar undang-undang.
Jika kontrak itu dibatalkan oleh Corpus Christi, Karen menyatakan Pertamina justru berpotensi merugi sebesar 127 juta dolar Amerika. Nilai itu bahkan bisa bertambah jika pihak pembeli mengajukan klaim terhadap Pertamina.
“Dan kerugian imaterial lainnya seperti reputasi Pertamina, serta hilangnya sumber gas untuk keperluan Indonesia di masa yang akan datang,” kata dia.
Harapan Karen ke Jokowi
Karena itu, Karen meminta Presiden Jokowi untuk memastikan agar proses hukum yang sedang dia jalani sesuai dengan sistem penegakan hukum yang benar. “Bukan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang justru akan mengakibatkan kerugian negara yang nyata dan lebih besar,” kata dia. (Redaksi)