MEDIASATYA.CO.ID – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu kontroversi setelah secara resmi melarang wartawan mengakses sebagian area kantor pers Gedung Putih tanpa janji terlebih dahulu.
Kebijakan ini tertuang dalam memorandum Dewan Keamanan Nasional (NSC) yang menegaskan bahwa jurnalis tidak lagi diizinkan memasuki Ruang 140, area yang dikenal sebagai “Upper Press” dan menjadi pusat aktivitas media, tanpa persetujuan resmi dari staf berwenang.
“Demi melindungi materi sensitif dan menjaga koordinasi antara staf Dewan Keamanan Nasional dan staf komunikasi Gedung Putih, anggota pers tidak lagi diizinkan mengakses Ruang 140 tanpa janji temu resmi,” tulis NSC dalam memo yang dikutip Al Jazeera.
NSC beralasan, perubahan ini diperlukan karena struktur internal di Gedung Putih kini melibatkan staf komunikasi yang menangani informasi strategis terkait kebijakan luar negeri dan keamanan nasional.
Akses bebas wartawan, menurut mereka, berpotensi menimbulkan kebocoran data atau gangguan koordinasi internal.
Dengan kebijakan baru tersebut, wartawan kini harus membuat janji terlebih dahulu untuk berbicara dengan pejabat Gedung Putih di Ruang 140.
Sementara itu, mereka masih diizinkan mengakses area Lower Press, tempat kerja staf komunikasi junior.
Media Besar Dihapus dari Daftar Tetap
Selain membatasi akses ruang pers, pemerintahan Trump juga menghapus sejumlah media besar dari daftar jurnalis tetap di Gedung Putih.
Media seperti Reuters, Associated Press (AP), dan Bloomberg kini hanya diizinkan meliput secara terbatas tanpa akses langsung seperti sebelumnya.
Menurut Gedung Putih, keputusan itu diambil karena sebagian media dinilai “terlalu sering menampilkan pemberitaan bias” terutama dalam isu kebijakan luar negeri, imigrasi, dan keamanan nasional.
“Kami ingin memastikan akses di Gedung Putih diberikan secara adil kepada media yang menyajikan laporan faktual dan berimbang, bukan kepada mereka yang terus memutarbalikkan narasi,” ujar seorang staf komunikasi, dikutip The Washington Times.
Namun langkah tersebut justru memperkuat kesan bahwa Trump berupaya mengontrol narasi dan pemberitaan, terutama di tengah meningkatnya kritik terhadap kebijakan pemerintahannya.
Asosiasi Koresponden Gedung Putih (WHCA) belum mengeluarkan pernyataan resmi.
Namun, sedikitnya 30 organisasi media besar menolak kebijakan ini, dengan alasan bertentangan dengan prinsip kebebasan pers di Amerika Serikat.
“Langkah seperti ini bisa menciptakan preseden buruk bagi kebebasan pers di masa depan,” kata seorang pengamat media kepada The Washington Post.
Meski Gedung Putih berdalih langkah ini dilakukan demi “keseimbangan media”, banyak pihak menilai kebijakan tersebut justru mengikis transparansi pemerintahan dan membatasi publik mendapatkan informasi yang jujur serta akurat. (Redaksi)
















