MEDIASATYA.CO.ID – Di tengah riuhnya sengketa batas wilayah antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim), satu nama terus berdiri teguh memperjuangkan kepastian warga kampung Sidrap: Agus Haris, Wakil Wali Kota Bontang.
Bagi Agus Haris, polemik tapal batas di Kampung Sidrap bukan sekadar konflik administratif, melainkan tentang jati diri warga dan sejarah yang belum sepenuhnya dihargai.
“Kami tidak sedang ingin menang atau mengalahkan siapa pun. Ini soal kejelasan. Soal mendengarkan suara warga Sidrap yang selama ini merasa bagian dari Bontang,” ujar Agus Haris ketika ditemui, Senin (4/8/2025).
Kampung Sidrap, secara geografis terletak di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan. Wilayah ini memang berada di zona abu-abu antara dua otoritas: Kota Bontang dan Kutai Timur.
Lokasinya yang hanya berjarak sekitar 3 kilometer dari pusat Kota Bontang dan memiliki ikatan sosial-ekonomi yang kuat dengan kota industri tersebut, menjadikan Sidrap lebih “bernafas Bontang” daripada Kutim.
Warga di sana banyak yang bekerja di sektor industri gas dan pupuk, serta mendapatkan layanan publik dari Bontang—bukan dari Kutim.
Namun, secara administratif, status hukum Sidrap masih diperdebatkan.
Sengketa ini bahkan telah dibawa hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK), menyusul mediasi yang gagal bersama Pemprov Kaltim.
Agus Haris tidak gentar. Baginya, perjuangan ini sudah berlangsung terlalu lama untuk ditinggalkan begitu saja.
Ia mengingatkan bahwa sengketa ini muncul dari tafsir atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang pembentukan sejumlah daerah baru di Kaltim, termasuk Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur.
“Yang kami uji adalah pasal yang membuat ketidakjelasan ini. Bukan menggugat Kutim. Yang kami bela adalah aspirasi masyarakat Sidrap,” tegasnya.
Warga Sidrap sendiri menunjukkan sikap tegas. Berkali-kali mereka menyuarakan bahwa mereka adalah bagian dari Bontang. Bahkan dalam berbagai kesempatan, mereka menolak dilabeli sebagai wilayah Kutim.
Bagi politisi Gerindra, suara warga adalah fondasi perjuangan.
“Kalau Sidrap sejak awal bukan bagian dari Bontang, masyarakat tidak akan sampai menggugat ke MK. Mereka hanya ingin kepastian,” katanya.
Selain itu, dari sisi pembangunan dan tata kelola, Sidrap memiliki posisi strategis untuk mendukung pengembangan Kota Bontang.
Sebagai kota industri yang padat dan terus tumbuh, Bontang memerlukan perluasan wilayah serta penambahan jumlah penduduk secara resmi. Sidrap, dengan lebih dari 4.000 jiwa penduduk, menawarkan peluang tersebut.
Meski belum ada titik terang dari Mahkamah Konstitusi, Agus Haris tetap optimistis. Ia percaya bahwa sejarah dan suara rakyat Sidrap akan menjadi kompas bagi keadilan.
“Perjuangan ini belum selesai. Tapi kami percaya, arah sejarah dan kebenaran akan membawa Sidrap kembali ke pangkuan Bontang,” pungkasnya. (Redaksi)
















