MEDIASATYA.CO.ID – Ruang pertemuan Anjong Mon Mata di Banda Aceh mendadak riuh, Selasa (21/10/2025) siang itu.
Di hadapan anggota Badan Legislasi DPR RI dan jajaran Forkopimda Aceh, Wali Kota Sabang Zulkifli Adam — atau yang akrab disapa Teungku Agam — melontarkan usulan yang tak lazim terdengar dari seorang kepala daerah: legalisasi ganja untuk kepentingan medis.
“Ini bukan untuk dikonsumsi secara bebas dan terbuka,” ujarnya mantap. “Namun semata-mata untuk medical atau medis.”
Nada suaranya tenang, tapi kalimat itu seketika mengubah suasana.
Beberapa peserta forum tersenyum, sebagian lain saling pandang. Namun Zulkifli tak gentar.
Ia melanjutkan penjelasan bahwa ganja medis bisa menjadi solusi ekonomi jangka panjang bagi Aceh, terutama jelang berakhirnya Dana Otonomi Khusus (Otsus) pada tahun 2027.
“Kami tak mau lagi berpikir tentang Dana Otsus”
Zulkifli memaparkan, tanaman yang selama ini identik dengan stigma negatif itu memiliki nilai ekonomi tinggi bila dikelola secara legal dan sesuai aturan.
“Di Thailand, yang melegalkan ganja, harga per kilogram mencapai Rp30 juta. Kalau di sini dijual Rp15 juta saja, pasti laku keras,” ujarnya disambut tawa peserta.
Ia menegaskan bahwa gagasan itu bukan bentuk pembangkangan terhadap hukum, melainkan upaya realistis menghadapi tantangan ekonomi Aceh ke depan.
“Tanpa mengurangi rasa hormat, kami mohon izin kepada bapak pimpinan,” katanya, sembari menatap jajaran Forkopimda Aceh.
“Tanah kami ini sangat subur. Kami tak mau lagi bergantung pada Dana Otsus yang akan habis tahun 2027. Izinkan kami menanam ganja secara legal, Pak.”
Potensi Sabang yang Belum Tergarap
Tak hanya soal ganja medis, Zulkifli juga menyoroti potensi besar Pelabuhan Sabang yang menurutnya belum tergarap maksimal.
Ia mengingatkan, pada masa kolonial Belanda, Sabang pernah menjadi salah satu pelabuhan tersibuk di Asia. Kini, kata dia, Sabang memiliki sumber air melimpah dan posisi strategis di jalur pelayaran internasional, tapi belum memiliki kepastian hukum bagi kapal asing untuk singgah dan mengisi bahan bakar maupun air.
“Lebih dari seribu kapal melintas setiap tahun, termasuk dari India. Tapi mereka tidak bisa singgah karena belum ada payung hukumnya,” ujarnya.
“Kami mohon agar kepastian hukum untuk kapal singgah di Pelabuhan Sabang bisa dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).”
Forum Produktif dan Penuh Ide
Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan, menyebut pertemuan itu sebagai ajang penting untuk menjaring masukan dari tokoh masyarakat dan akademisi Aceh dalam rangka revisi UUPA.
Ia mengapresiasi keberanian dan semangat inovatif yang muncul dari forum tersebut.
“Semua saran akan menjadi bahan penting dalam pembahasan di DPR RI,” katanya.
Pertemuan berakhir dalam suasana akrab. Namun di antara tawa dan tepuk tangan peserta, usulan Teungku Agam tentang ganja medis tampak masih bergaung — meninggalkan tanda tanya, sekaligus harapan baru bagi masa depan ekonomi Aceh. (Redaksi)
















