Kaltara, Mediasatya – Di tengah hiruk-pikuk pemilihan kepala daerah (pilkada), aksi damai oleh masyarakat Kota Tarakan yang tergabung dalam Koalisi Non Parlemen Kotak Kosong (KOKOS) mengusung isu penting tentang transparansi dan kejujuran dalam proses pemilu.
Dalam kunjungannya ke kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Koordinator Lapangan Aksi Damai Kotak Kosong, Hj. Mariam, mengungkapkan dugaan pelanggaran yang terjadi. Namun, hasil laporan yang diterima justru menimbulkan kontroversi besar ketika Bawaslu menyatakan bahwa tidak ada cukup bukti untuk melanjutkan kasus ini.
Pertemuan yang digelar pada 29 Oktober 2024 mengundang berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Kejaksaan. Dalam forum tersebut, Perwakilan Bawaslu, Johnson, S.Pd, mengajak seluruh pihak untuk memahami dan mematuhi aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang baru-baru ini diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 6.
Bawaslu juga menggarisbawahi pentingnya pengumpulan bukti bagi individu maupun kelompok yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran. Sayangnya, penjelasan ini tidak memuaskan masyarakat yang merasa laporan mereka diabaikan.
Menurut hasil pembahasan Gakkumdu, pertama, Undang-Undang Pilkada yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, yang tidak mengakomodasi “citra diri” dalam kampanye, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kedua, bukti video yang dilampirkan pelapor mengenai dugaan pembagian uang, berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak dapat didukung oleh barang bukti uang yang diadukan. Ketiga, Bawaslu menjelaskan bahwa larangan membagikan uang hanya berlaku saat melaksanakan kampanye dengan metode tertentu seperti pertemuan terbatas, dialog terbuka, dan penyebaran bahan kampanye. Namun, kegiatan yang dilaporkan oleh masyarakat dikategorikan sebagai perayaan ulang tahun dan bukan kampanye.
Keempat, pengertian terkait kegiatan kampanye juga diuraikan dalam Pasal 40 ayat (2) PKPU 13 Tahun 2024, mencakup rapat umum dan kampanye melalui media sosial. Johnson menyampaikan hal ini kepada media usai membaca hasil pembahasan Gakkumdu dengan perwakilan Koalisi Rakyat Bersatu Kotak Kosong.
Cerita aksi damai ini bermula dari penolakan Gakkumdu untuk menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan bagi-bagi uang oleh calon Wali Kota Tarakan. Masyarakat merasa terzolimi terhadap hasil kajian Gakkumdu yang menilai bahwa perbuatan terlapor tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 187A Ayat (1) Undang-Undang Pemilihan, yang ditegaskan oleh Ketua Bawaslu Tarakan, Riswanto.
“Kami meminta secara tertulis alasan penghentian proses penyidikan terhadap kasus ini,” ujar seorang peserta aksi damai.
Perwakilan masyarakat menyatakan kekecewaan mendalam, merasa hasil rapat tidak mencerminkan harapan mereka dan terkesan berat sebelah. Mereka menegaskan pentingnya komunikasi dan koordinasi antara berbagai pihak, termasuk tokoh adat dan LSM, agar pengambilan keputusan lebih inklusif dan transparan.
Menghadapi ketidakpuasan ini, Koalisi Rakyat Bersatu Kotak Kosong berkomitmen untuk melanjutkan upaya hukum meskipun Bawaslu telah menghentikan laporan mereka. Mereka berencana memanfaatkan bantuan kuasa hukum untuk membawa masalah ini ke tingkat lebih tinggi, mencerminkan ketahanan mereka dalam memperjuangkan suara dan hak mereka dalam proses pemilihan ini.
Kontroversi ini mencerminkan tantangan dalam sistem pemilu, di mana harapan masyarakat akan keadilan bertemu dengan batasan yang dihadapi oleh lembaga pengawas pemilu. Diskusi ini menegaskan perlunya transparansi yang lebih besar dan perlindungan terhadap masyarakat dalam setiap tahapan pemilu, demi memastikan setiap suara didengar dan dihargai.
Rei/Rdk/Adv